Berikut ini adalah contoh makalah : PENGARUH BAHASA JAWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DARI SEGI MORFOLOGI
PENGARUH
BAHASA JAWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DARI SEGI MORFOLOGI
Disusun
oleh :
Galih
Aditya Purboyo
1401415323
Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
2015
PRAKATA
Puji
syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk melengkapi tugas mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia, sebagai
mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
UPP Tegal.
Terima
kasih kepada Bapak Suwandi, selaku dosen pengampu mata kuliah Konsep Dasar
Bahasa Indonesia yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
Terimakasih juga untuk semua pihak yang telah mendukung pembuatan makalah ini
baik mendukung secara moral maupun mendukung secara materiil.
Kami berharap agar makalah ini selanjutnya
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Tegal,
07 November 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
JUDUL
.....................................................................................................................i
PRAKATA
..............................................................................................................ii
DAFTAR
ISI ..........................................................................................................iii
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG ...............................................................................iv
B. RUMUSAN
MASALAH ...........................................................................v
C. TUJUAN
.....................................................................................................v
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Interferensi
Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Indonesia ...............................1
1. Interferensi
Morfologi ..........................................................................1
1.1
Interferensi Berupa Afiksasi
.........................................................1
1.1.1
Pemakaian Prefiks Nasal N-
...............................................2
1.1.2
Penambahan Prefiks
............................................................4
a.
Penambahan Prefiks ber-
...............................................4
1.1.3
Penambahan Sufiks
.............................................................4
a.
Penambahan Sufiks –an Bahasa Jawa Pada kata
Dasar Bahasa Indonesia
...........................................................4
b.
Penambahan Sufiks –an Pada Kata Dasar
yang Bermakna Lokatif
..........................................................5
1.1.4
Pertukaran Prefiks ke- Bahasa Jawa
Pengganti ter- Bahasa Indonesia
.............................................................................6
1.1.5
Prtukaran Sufiks
..................................................................6
a.
Sufiks –e Bahasa Jawa Menggantikan
Sufiks –nya Bahasa Indonesia
...........................................................7
1.1.6. Pertukaran Konfiks
...........................................................8
1.1.7. Pelepasan Afiks yang Utuh
...............................................9
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
...........................................................................................................10
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Salah
satu kegiatan sosial adalah komunikasi. Dalam berkomunikasi dibutuhkan suatu
bahasa. Dalam kegiatan ini dikirim dan diterima kata-kata yang mengandung arti.
Pemberian arti harus sama supaya penutur dan pendengar mengerti satu sama lain
sehingga kegiatan komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Indonesia
merupakan negara yang wilayahnya sangat luas dan terdiri dari beberapa suku.
Salah satu dari kekayaan budaya Indonesia adalah adanya bahasa daerah. Dan
salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Jawa, bahasa
dengan jumlah penutur yang besar. Masyarakat indonesia merupakan masyarakat
yang bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat menggunakan dua bahasa dalam
berkomunikasi. Masyarakat Indonesia menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa daerahnya masing-masing. Tidak jarang ditemukan kedua
bahasa itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara
lisan maupun tulis. Situasi seperti ini yang dapat memicu terjadinya kontak
bahasa atau interferensi bahasa. Interferensi tersebut dapat dilihat pada
pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosa kata bahasa daerah atau
sebaliknya. Menurut Suwito (1983:26-27) adanya penyimpangan bahasa bukan
berarti ada pengrusakan bahasa.
Dalam
pembahasan ini, penyusun akan menjelaskan interferensi morfologi bahasa Jawa
terhadap bahasa Indonesia. Penelitian interferensi sangat penting, terbukti
dikenal beberapa peneliti yang sudah meneliti interferensi bahasa sejak tahun
1950, seperti Weinreich, Haugen, Ferguson, Makey, Lado, dan Ricard. Di
Indonesia, penelitian interferensi bahasa dilakukan pertama kali oleh Rusyana
(1975), dalam penelitiannya yang berjudul “Interferensi Morfologi Pada
Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Anak-anak yang Berbahasa Pertama Bahasa Sunda
Murid Sekolah Dasar Daerah Propinsi Jawa Barat.
B.
RUMUSAN
MASALAH
a.
Apa
saja bentuk-bentuk interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa
Indonesia?
b.
Apa
saja faktor yang menyebabkan adanya interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa
Indonesia?
C.
TUJUAN
a. Mengidentifikasi bentuk-bentuk interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa
Indonesia.
b. Mengetahui faktor-faktor menyebabkan adanya interferensi bahasa Jawa
terhadap bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Interferensi
Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Indonesia
Banyak hal yang dapat menyebabkan
interferensi bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia. Dalam pembahasan ini,
yang akan dibahas adalah interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa
Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan interferensi bahasa Jawa terhadap
bahasa Indoensia, diantaranya adalah timbulnya interferensi berdasarkan bahasa
yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar, dan bisa terjadi karena kebiasaan
penutur dalam melafalkan kata kerja bahasa Jawa pada saat berbicara bahasa
Indonesia. Berikut ini akan dibahas temuan-temuan bentuk interferensi bahasa
jawa terhadap bahasa indonesia.
1. Interferensi Morfologi
Terjadinya interferensi morfologi apabila dalam
pembentukan kata menyerap unsur afiks lain. Pergesekan antara bahasa Indonesia
dan bahasa Jawa dapat merubah sistem kebahasaan yang bersangkutan. Misalnya
kata dasar bahasa Indonesia diberi afiks bahasa Jawa atau sebaliknya, tetapi
morfemnya mengikuti proses morfologi bahasa indonesia atau sebaliknya. Dalam
bahasa indonesia ada tiga unsur proses morfologi, yaitu: proses penambahan
afiks (afiksasi), proses pengulangan (redupikasi), dan proses pemajemukan (komposisi)
(Ramlan, 1985:51-82).
1.1.
Interferensi
Berupa Afiksasi
Afiksasi adalah proses atau hasil penambahan
afiks (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks) pada kata dasar (KBBI). Sedangkan
afiks adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar atau
bentuk dasar akan merubah makna gramatikal (KBBI). Afiks terdiri dari prefiks
(awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), dan konfiks (kombinasi afiks).
Interferensi morfologi berupa afiks dapat
terjadi ketika pembentukan kata dasa bahsa Indonesia ditambahkan afiks bahsa
Jawa. Berikut ini adalah interferensi bahsa Jawa terhadap bahasa Indonesia
berupa afiks.
1.1.1
Pemakaian
Prefiks Nasal N-
Nasal
bersangkutan dengan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan mengeluarkan udara
melalui hidung, yaitu m, n, ng, dan ny (KBBI). Dalam hal ini, tidak sedikit
penutur bahasa Jawa menggunakan prefiks nasal N- dalam menggunakan bahasa
Indonesia. Dalam pembahasan ini prefiks N- adalah prefiks bahasa Jawa yang
menggantikan prefiks bahasa Indonesia yaitu Men-. Di sini terjadi interferensi
bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia.
Prefiks N- bahasa Jawa mempunyai empat
alomorf, yaitu n-, m-, ng-, dan ny- (Suwadji, 1986:9). Berikut adalah contoh
pemakaian perfiks N- yang merupakan nasalisasi bahasa Jawa:
1.
Jangan seenaknya kalau nyebrang, perhatikan dulu kondisi lalu
lintas.
2.
Kalau ngatur jangan seenaknya. Perhatikan pendapat orang lain. Kita hidup
di negara demokrasi.
3.
Jangan pamrih kalau nolong orang.
4.
Nunggu
apa, mas?
5. Kamu
nyimpen tugas bahasa Indonesianya di
mana?
Kata
nyebrang, ngatur, nolong, nunggu, dan
nyimpen diatas merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat awalan
N- bahasa Jawa. Kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia sebenarnya adalah seberan,g atur, tolong, tunggu, dan simpan. Analisis
pembentukan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat perfiks N- bahasa Jawa
adalah sebagai berikut:
1.
N- menjadi Ny-
Bunyi Ny- muncul pada
kata dasar yang berawalan bunyi s dan c.
Nyebrang = Ny- + sebrang
Nyimpen = Ny- + simpen
Bunyi s di awal kata
menjadi luluh.
2.
N- menjadi Ng-
Bunyi Ng- muncul pada
kata dasar yang berawalan bunyi k, g, l, r, w, y dan huruf vokal.
Ngatur = Ng- + atur
3.
N- menjadi N-
Bunyi N- muncul pada
kata dasar yang berawalan bunyi t, d, th, dan dh.
Nolong = N- + tolong
Nunggu = N- + tunggu
Dalam
kaidah bahasa Indonesia, tidak ada kata dasar
yang mendapat penambahan perfiks N-, tapi menggunakan penambahan perfiks
Men-. Interferensi bahasa seperti data di atas biasanya terjadi karena
kebiasaan penutur bahasa Jawa yang melafalkan bentuk kata kerja bahasa Jawa
yang
telah mengalami proses morfofonemik, seperti contoh tulis menjadi nulis, bayar menjadi
mbayar. Bentuk kata dasar seperti contoh
di atas seharusnya mendapatkan awalan Men-. Adapun analisis pembentukannya
adalah:
1.
Jangan seenaknya kalau menyebrang, perhatikan dulu kondisi lalu
lintas.
Menyebrang = Men- +
sebrang
Kata menyebrang telah mengalami proses
morfofonemik, yaitu berupa proses penanggalan morfem men- yang bertemu dengan
kata dasar dengan fonem awal s.
2.
Kalau mengatur jangan seenaknya. Perhatikan pendapat orang lain. Kita
hidup di negara demokrasi.
Kata mengatur juga telah mengalami proses
morfofonemik berupa perubahan fonem N- pada meN-, akan berubah menjadi ng-
apabila kata dasar yang mengikutinya berfonem awal a.
3.
Jangan pamrih kalau menolong orang.
Menolong = men- +
tolong
Kata menolong telah mengalami proses morfofonemik berupa
penanggalan fonem t.
4.
Menunggu
apa, mas?
Menunggu = men- +
tunggu
Kata menunggu telah mengalami proses morfofonemik berupa
penanggalan fonem t.
5.
Kamu menyimpan
tugas bahasa Indonesianya di mana?
Menyimpan = men- +
simpan
Kata menyimpan telah mengalami proses
morfofonemik berupa perubahan fonem N- pada meN-, akan berubah menjadi ny-
apabila kata dasar yang mengikutinya berfonem awal s.
1.1.2
Penambahan
Prefiks
Dalam pembahasan interferensi afiksasi
ini penambahan prefiks adalah penggabungan awalan dari dua bahasa yang berbeda,
yaitu awalan bahasa Indonesia yang diletakan pada kata dasar bahasa Jawa.
Berikut adalah interferensi afiksasi yaitu penambahan awalan bahasa Indonesia
pada kata dasar bahasa Jawa.
a. Penambahan Prefiks ber-
Contohnya sebagai
berikut:
Mereka adalah orang-orang yang beruntung.
Kata yang bercetak miring diatas berasal
dari afiks ber- bahasa Indonesia dengan kata dasar untung bahasa Jawa. Bentukan kata ber + untung dianggap sebagai
bahasa indonesia oleh penutur. Kata untung
dalam bahasa indonesia sepadan dengan kata mujur. Di sini terjadi interferensi
afiksasi terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian kalimat yang benar bisa berupa:
Mereka
adalah orang-orang yang mujur.
1.1.3
Penambahan
Sufiks
a. Penambahan Sufiks –an Bahasa Jawa
Pada kata Dasar Bahasa Indonesia
Sufiks –an pada bentuk dasar yang berupa bentuk prakategorial, kata
benda, kata sifat dan kata kerja. Berikut contohnya:
1.
mereka adalah penonton bayaran.
2. Pak,
saya mau laporan.
Kata bayaran
dan laporan dalam kalimat diatas
merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang telah terinterferensi imbuhan –an
bahasa Jawa. Kata-kata tersebut tidak perlu lagi mendapat imbuhan –an. Dalam
kaidah bahasa Indonesia, kata-kata tersebut sebaiknya diganti dengan kata yang
sepadan. Kata bayaran sepadan dengan
kata yang dibayar dan kata laporan
seepadan dengan kata melapor. Pada pemakaian sufiks –an seperti contoh kalimat
di atas terinterfernsi oleh bahasa Jawa karena dalam tuturan bahasa indonesia
terdapat kata yang mendapatkan imbuhan –an bahasa Jawa yang menyatakan verba.
Jadi kalimat diatas dapat diganti menjadi:
1.
Mereka adalah penonton yang dibayar
2.
Pak, saya mau melapor.
b.
Penambahan
Sufiks –an Pada Kata Dasar yang Bermakna Lokatif
Contoh penambahan sufiks –an pada kata
dasar tempat, sebagai berikut:
·
Kenapa pihak sekolahan tidak mau bertanggungjawab?
·
Sekarang banyak pengemis di jalanan.
Dalam bahasa Indonesia, kata tempat tidak
memerlukan penambahan sufiks –an, karena kata tersebut sudah menunjukan tempat.
Penambahan sufiks –an pada kata tempat seperti contoh di atas adalah pengaruh
dari interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia. Jadi, sufiks –an pada
contoh di atas sebaiknya dihilangksan saja, karena sufiks –an pada kata jalanan
dan sekolahan tidak berfungsi jika dipindahkan dalam kalimat bahasa Indonesia.
Bentuk tuturan yang benar adalah sebagai berikut:
·
Kenapa pihak sekolah tidak mau bertanggungjawab?
·
Sekarang banyak pengemis di jalan.
1.1.4. Pertukaran
Prefiks ke- Bahasa Jawa Pengganti ter- Bahasa Indonesia
Berikut ini, merupakan contoh
interferensi morfologi berupa penggantian prefiks ke- bahasa Jawa sebagai
pengganti ter- bahasa Indonesia.
·
Pelaku penculikan anak yang ketangkap kok cuma 2 orang? Padahal
menurut laporan dari korban ada 9 pelaku.
·
Kalau jalan hati-hati, lantai licin.
Kalau gak hati-hati nanti bisa kepleset.
Prefiks
ke- pada contoh diatas berasal dari bahasa Jawa. Dalam kaidah bahasa Indonesia,
prefikd ke- ini seharusnya diganti dengan prefiks ter-. Dalam bahasa Indonesia,
prefiks ter- memiliki fungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif dan memiliki
beberapa makna, di antaranya:
·
Menyatakan makna “ketidak sengajaan”.
Misalnya: Terinjak, tertidur.
·
Menyatakan makna “ketiba-tibaan”.
Misalnya: terjatuh, tertidur.
·
Menyatakan makna “kemungkinan”.
Misalnya: tidak terlihat, tidak terdengar.
·
Menyatakan makna “paling”. Misalnya:
terpanjang, terpendek, terkecil, terbesar.
·
Menyatakan makna “aspek perspektif”.
Misalnya: terbagi, terhukum.
(Ramlan, 1987: 121-123)
Bentuk
kata ketangkap dan kepleset dalam
bahasa Indonesia merupakan kata yang
mendapat interferensi bahasa Jawa, berupa prefiks ke- yang diletakan
pada kata tangkap yang menjadi ketangkap, dan pleset yang menjadi kepleset.
Dalam bahasa Indonesia seharusnya menjadi tertangkap
dan terpleset. Tertangkap yang berarti sudah ditangkap, dan terpleset yang mempunyai makna ketidaksengajaan. Bentuk tuturan
yang benar sesuai kaidah bahasa Indonesia adalah:
·
Pelaku penculikan anak yang tertangkap kenapa cuma 2 orang? Padahal
menurut laporan dari korban ada 9 pelaku.
·
Kalau jalan hati-hati, lantai licin.
Kalau tidak hati-hati nanti bisa terpleset.
1.1.5. Prtukaran Sufiks
a.
Sufiks
–e Bahasa Jawa Menggantikan Sufiks –nya Bahasa Indonesia
Bentuk akhiran –nya dalam bahasa
Indonesia mempunyai makna sebagai kata ganti orang ketiga tunggal (baik sebagai
pelaku atau pemilik), dan berstatus sebagai akhiran atau sufiks (Agustien,
1999:44).
·
Sufiks –nya sebagai kata ganti orang
ketiga tunggal, misalnya: bukunya, mobilnya.
·
Sufiks –nya sebagai pembeda suatu kata,
baik kata kerja maupun kata sifat. Misalnya: buruknya.
·
Sufiks –nya menjelaskan kata yang berada
di depannya. Misalnya: hantunya.
·
Sufiks –nya menjelaskan situasi.
Misalnya: kencangnya, susahnya.
·
Beberapa kata lain yang berakhiran
sufiks –nya. Nmisalnya: sesungguhnya, sebenarnya.
Tapi ditemukan adanya bentuk akhiran –e
bahasa Jawa yang menggantikan –nya bahasa Indonesia. Sufiks –e dalam bahasa
Jawa dapat bervariasi dengan sufiks –ne. Berikut beberapa contoh sufiks –e
bahasa Jawa yang memiliki persamaan makna
dengan sufiks –nya bahasa Indonesia.
·
Carane
gimana supaya bisa kurus?
·
Bagaimana nasibe penduduk Riau yang terkena dampak asap dari pembakaran
hutan?
Kata
carane dan nasibe merupakan kata
dasar bahasa Indonesia yang mendapat pengaruh dari bahasa Jawa berupa
penambahan sufiks –e. Penambahan sufiks –e pada kata carane adalah sebagai kata ganti orang ketiga tunggal (dia), yaitu
cara + dia. Sedangkan sufiks –e pada kata nasibe
digunakan penutur untuk menjelaskan kata yang ada di depannya. Kata yang
bercetak miring diatas sebenarnya dapat diganti sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia, yaitu caranya dan nasibnya. Bentuk tuturan yang benar
adalah:
·
Carannya
bagaimana supaya bisa kurus?
·
Bagaimana nasibnya penduduk Riau yang terkena dampak asap dari pembakaran
hutan?
1.1.6. Pertukaran
Konfiks
a. Afiks
ke-an Pengganti Kata “terlalu”
Dilihat
dari pemakaian afiks gabungan ke-an dapat bervariasi dengan afiks ka-an dlam
bahasa Jawa. Afiks ini mempunyai makna “terlalu” dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini adalah contoh tuturannya:
1.
Tugas di semester ini kebanyakan. Saya jadi kerepotan mengerjakannya.
2. Itu
barisan depannya kemajuan, jadi
terlihat tidak rapi.
Kata yang bercetak miring pada contoh
diatas adalah contoh kata dasar bahasa Indonesia yang mendapatkan afiks ke-an
bahasa Jawa. Menurut kaidah bahasa Indonesia, tidak ada kata seperti itu. Maka
kata-kata tersebut dapat diganti kebanyakan
menjadi terlalu banyak, kerepotan menjadi
terlalu repot, dan kemajuan menjadi terlalu maju.
Dalalm bahasa Indonesia, afiks ke-an
berfungsi untuk membentuk kata benda, misalnya kebenaran, ketahuan, dsb. Seadangkan afiks ke-an dalam bahasa jawa
berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif dan dipakai sebagai pengganti kata
yang sepadan dalam bahasa Indonesia, yaitu “terlalu”. Berikut adalah analisis
bentuk kata dasar bahasa Indonesia yang terinterferensi bahasa Jawa:
1. Kebanyakan = ke + repot + an
Artinya
= terlalu banyak
2. Kerepotan = ke + repot + an
Artinya
= terlalu repot
3. Kemajuan = ke + maju + an
Artinya
= terlalu maju
Maka
tuturan di atas dapat diganti menjadi:
1.
Tugas di semester ini terlalu banyak. Saya jadi terlalu repot mengerjakannya.
2. Itu
barisan depannya terlalu maju, jadi
terlihat tidak rapi.
1.1.7. Pelepasan Afiks yang Utuh
Pelepasan afiks biasa terjadi pada bahasa
indonesia. Ini disebabkan kebiasaan penutur untuk mempersingkat pengucapan
sebuah kata. Pada pembahasan ini penghapusan atau pelepasan afiks yang utuh
dapat dilihat pada penggunaan struktur dan kosakata bahasa indonesia, khususnya
pada bentuk kata yang lebih singkat. Berikut merupakan contoh tuturan bahasa
Indonesia yang terinterferensi bahasa Jawa berupa pelepasan afiks yang utuh:
1.
Bapak Pimpinan sidang, Saya punya pertanyaan mengenai undang-undang
MD3. Kenapa kita harus mengembalikan bangsa yang sudah menganut sistem
pemilihan kepala daerah oleh rakyat ke sistem pemilihan kepala daerah oleh
parlemen?
2. Saya
dapat ide. Lebih baik kita naik
pesawat yang tarifnya lebih murah. Itu bisa menghemat pengeluaran kita. Lagi
pula kita tidak terlalu membutuhkan fasilitas yang mewah.
Kata yang bercetak miring adalah kata
dasar bahasa Indonesia yang telah mengalami interferensi berupa penghapusan
afiks. Kata punya, seharusnya
mendapat imbuhan men-i menjadi mempunyai.
Dan kata dapat seharusnya mendapat
ibuhan men-kan, menjadi mendapatkan.
Kedua kata tersebut telah mendapat interferensi dari struktur bahasa Jawa.
Dapat dilihat pada kata bahasa jawa yang memang tidak mendapatkan afiks, yaitu aku
duwe kanca.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Interferensi
bahasa indonesia dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti kebiasaan
penutur menggunakan bahasa daerahnya, terbiasa menggunkan bahasa ibu, terbiasa
mempersingkat kata dalam kalimat dengan menghapus afiks, dsb. Maka dalam mengatasinya,
pengguna bahasa Indonesia harus mempelajari kaidah-kaidah bahasa Indonesia dan
membiasakan diri untuk membedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya.
Daftar Pustaka
Semoga bermanfaat ^-^