Jumat, 08 Januari 2016

CONTOH MAKALAH PENGARUH BAHASA JAWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DARI SEGI MORFOLOGI

Berikut ini adalah contoh makalah : PENGARUH BAHASA JAWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DARI SEGI MORFOLOGI



PENGARUH BAHASA JAWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DARI SEGI MORFOLOGI




Disusun oleh :

Galih Aditya Purboyo
1401415323




Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
2015

PRAKATA
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia, sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal.
Terima kasih kepada Bapak Suwandi, selaku dosen pengampu mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini. Terimakasih juga untuk semua pihak yang telah mendukung pembuatan makalah ini baik mendukung secara moral maupun mendukung secara materiil.
 Kami berharap agar makalah ini selanjutnya dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.






Tegal, 07 November 2015


Penulis            


DAFTAR ISI

JUDUL .....................................................................................................................i
PRAKATA ..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG ...............................................................................iv
B.     RUMUSAN MASALAH ...........................................................................v
C.     TUJUAN .....................................................................................................v
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Interferensi Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Indonesia ...............................1
1.      Interferensi Morfologi ..........................................................................1
1.1       Interferensi Berupa Afiksasi .........................................................1
1.1.1        Pemakaian Prefiks Nasal N- ...............................................2
1.1.2        Penambahan Prefiks ............................................................4
a.       Penambahan Prefiks ber- ...............................................4
1.1.3        Penambahan Sufiks .............................................................4
a.       Penambahan Sufiks –an Bahasa Jawa Pada kata Dasar Bahasa Indonesia ...........................................................4
b.      Penambahan Sufiks –an Pada Kata Dasar yang Bermakna Lokatif ..........................................................5
1.1.4        Pertukaran Prefiks ke- Bahasa Jawa Pengganti ter- Bahasa Indonesia .............................................................................6
1.1.5        Prtukaran Sufiks ..................................................................6
a.       Sufiks –e Bahasa Jawa Menggantikan Sufiks –nya Bahasa Indonesia ...........................................................7
                        1.1.6.     Pertukaran Konfiks ...........................................................8
                        1.1.7.     Pelepasan Afiks yang Utuh ...............................................9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan ...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11













BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Salah satu kegiatan sosial adalah komunikasi. Dalam berkomunikasi dibutuhkan suatu bahasa. Dalam kegiatan ini dikirim dan diterima kata-kata yang mengandung arti. Pemberian arti harus sama supaya penutur dan pendengar mengerti satu sama lain sehingga kegiatan komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya sangat luas dan terdiri dari beberapa suku. Salah satu dari kekayaan budaya Indonesia adalah adanya bahasa daerah. Dan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Jawa, bahasa dengan jumlah penutur yang besar. Masyarakat indonesia merupakan masyarakat yang bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Masyarakat Indonesia menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa daerahnya masing-masing. Tidak jarang ditemukan kedua bahasa itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi seperti ini yang dapat memicu terjadinya kontak bahasa atau interferensi bahasa. Interferensi tersebut dapat dilihat pada pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosa kata bahasa daerah atau sebaliknya. Menurut Suwito (1983:26-27) adanya penyimpangan bahasa bukan berarti ada pengrusakan bahasa.
Dalam pembahasan ini, penyusun akan menjelaskan interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia. Penelitian interferensi sangat penting, terbukti dikenal beberapa peneliti yang sudah meneliti interferensi bahasa sejak tahun 1950, seperti Weinreich, Haugen, Ferguson, Makey, Lado, dan Ricard. Di Indonesia, penelitian interferensi bahasa dilakukan pertama kali oleh Rusyana (1975), dalam penelitiannya yang berjudul “Interferensi Morfologi Pada Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Anak-anak yang Berbahasa Pertama Bahasa Sunda Murid Sekolah Dasar Daerah Propinsi Jawa Barat.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa saja bentuk-bentuk interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia?
b.      Apa saja faktor yang menyebabkan adanya interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia?

C.    TUJUAN
a.       Mengidentifikasi bentuk-bentuk interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia.
b.      Mengetahui faktor-faktor menyebabkan adanya interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Interferensi Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Indonesia
       Banyak hal yang dapat menyebabkan interferensi bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia. Dalam pembahasan ini, yang akan dibahas adalah interferensi morfologi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa Indoensia, diantaranya adalah timbulnya interferensi berdasarkan bahasa yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar, dan bisa terjadi karena kebiasaan penutur dalam melafalkan kata kerja bahasa Jawa pada saat berbicara bahasa Indonesia. Berikut ini akan dibahas temuan-temuan bentuk interferensi bahasa jawa terhadap bahasa indonesia.
1.    Interferensi Morfologi
Terjadinya  interferensi morfologi apabila dalam pembentukan kata menyerap unsur afiks lain. Pergesekan antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dapat merubah sistem kebahasaan yang bersangkutan. Misalnya kata dasar bahasa Indonesia diberi afiks bahasa Jawa atau sebaliknya, tetapi morfemnya mengikuti proses morfologi bahasa indonesia atau sebaliknya. Dalam bahasa indonesia ada tiga unsur proses morfologi, yaitu: proses penambahan afiks (afiksasi), proses pengulangan (redupikasi), dan proses pemajemukan (komposisi) (Ramlan, 1985:51-82).
1.1.      Interferensi Berupa Afiksasi
  Afiksasi adalah proses atau hasil penambahan afiks (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks) pada kata dasar (KBBI). Sedangkan afiks adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar atau bentuk dasar akan merubah makna gramatikal (KBBI). Afiks terdiri dari prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), dan konfiks (kombinasi afiks).
  Interferensi morfologi berupa afiks dapat terjadi ketika pembentukan kata dasa bahsa Indonesia ditambahkan afiks bahsa Jawa. Berikut ini adalah interferensi bahsa Jawa terhadap bahasa Indonesia berupa afiks.
1.1.1        Pemakaian Prefiks Nasal N-
Nasal bersangkutan dengan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan mengeluarkan udara melalui hidung, yaitu m, n, ng, dan ny (KBBI). Dalam hal ini, tidak sedikit penutur bahasa Jawa menggunakan prefiks nasal N- dalam menggunakan bahasa Indonesia. Dalam pembahasan ini prefiks N- adalah prefiks bahasa Jawa yang menggantikan prefiks bahasa Indonesia yaitu Men-. Di sini terjadi interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia.
     Prefiks N- bahasa Jawa mempunyai empat alomorf, yaitu n-, m-, ng-, dan ny- (Suwadji, 1986:9). Berikut adalah contoh pemakaian perfiks N- yang merupakan nasalisasi bahasa Jawa:
1.      Jangan seenaknya kalau nyebrang, perhatikan dulu kondisi lalu lintas.
2.      Kalau ngatur jangan seenaknya. Perhatikan pendapat orang lain. Kita hidup di negara demokrasi.
3.      Jangan pamrih kalau nolong orang.
4.      Nunggu apa, mas?
5.      Kamu nyimpen tugas bahasa Indonesianya di mana?
Kata nyebrang, ngatur, nolong, nunggu, dan nyimpen diatas merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat awalan N- bahasa Jawa. Kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia sebenarnya adalah seberan,g atur, tolong, tunggu, dan simpan. Analisis pembentukan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat perfiks N- bahasa Jawa adalah sebagai berikut:
1.      N- menjadi Ny-
Bunyi Ny- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi s dan c.
Nyebrang = Ny- + sebrang
Nyimpen = Ny- + simpen
Bunyi s di awal kata menjadi luluh.
2.      N- menjadi Ng-
Bunyi Ng- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi k, g, l, r, w, y dan huruf  vokal.
Ngatur = Ng- + atur
3.      N- menjadi N-
Bunyi N- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi t, d, th, dan dh.
Nolong = N- + tolong
Nunggu = N- + tunggu
Dalam kaidah bahasa Indonesia, tidak ada kata dasar  yang mendapat penambahan perfiks N-, tapi menggunakan penambahan perfiks Men-. Interferensi bahasa seperti data di atas biasanya terjadi karena kebiasaan penutur bahasa Jawa yang melafalkan bentuk kata kerja bahasa Jawa
yang telah mengalami proses morfofonemik, seperti contoh tulis menjadi nulis, bayar menjadi  mbayar. Bentuk kata dasar seperti contoh di atas seharusnya mendapatkan awalan Men-. Adapun analisis pembentukannya adalah:
1.      Jangan seenaknya kalau menyebrang, perhatikan dulu kondisi lalu lintas.
Menyebrang = Men- + sebrang
Kata menyebrang telah mengalami proses morfofonemik, yaitu berupa proses penanggalan morfem men- yang bertemu dengan kata dasar dengan fonem awal s.
2.      Kalau mengatur jangan seenaknya. Perhatikan pendapat orang lain. Kita hidup di negara demokrasi.
Kata mengatur juga telah mengalami proses morfofonemik berupa perubahan fonem N- pada meN-, akan berubah menjadi ng- apabila kata dasar yang mengikutinya berfonem awal a.
3.      Jangan pamrih kalau menolong orang.
Menolong = men- + tolong
Kata menolong  telah mengalami proses morfofonemik berupa penanggalan fonem t.
4.      Menunggu apa, mas?
Menunggu = men- + tunggu
Kata menunggu  telah mengalami proses morfofonemik berupa penanggalan fonem t.
5.      Kamu menyimpan tugas bahasa Indonesianya di mana?
Menyimpan = men- + simpan
Kata ­menyimpan telah mengalami proses morfofonemik berupa perubahan fonem N- pada meN-, akan berubah menjadi ny- apabila kata dasar yang mengikutinya berfonem awal s.

1.1.2        Penambahan Prefiks
       Dalam pembahasan interferensi afiksasi ini penambahan prefiks adalah penggabungan awalan dari dua bahasa yang berbeda, yaitu awalan bahasa Indonesia yang diletakan pada kata dasar bahasa Jawa. Berikut adalah interferensi afiksasi yaitu penambahan awalan bahasa Indonesia pada kata dasar bahasa Jawa.
a.      Penambahan Prefiks ber-
Contohnya sebagai berikut:
Mereka adalah orang-orang yang beruntung.
       Kata yang bercetak miring diatas berasal dari afiks ber- bahasa Indonesia dengan kata dasar untung bahasa Jawa. Bentukan kata ber + untung dianggap sebagai bahasa indonesia oleh penutur. Kata untung dalam bahasa indonesia sepadan dengan kata mujur. Di sini terjadi interferensi afiksasi terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian kalimat yang benar bisa berupa:
Mereka adalah orang-orang yang mujur.
1.1.3        Penambahan Sufiks
a.      Penambahan Sufiks –an Bahasa Jawa Pada kata Dasar Bahasa Indonesia
Sufiks –an pada bentuk dasar yang berupa bentuk prakategorial, kata benda, kata sifat dan kata kerja. Berikut contohnya:
1.      mereka adalah penonton bayaran.
2.      Pak, saya mau laporan.
       Kata bayaran dan laporan dalam kalimat diatas merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang telah terinterferensi imbuhan –an bahasa Jawa. Kata-kata tersebut tidak perlu lagi mendapat imbuhan –an. Dalam kaidah bahasa Indonesia, kata-kata tersebut sebaiknya diganti dengan kata yang sepadan. Kata bayaran sepadan dengan kata yang dibayar dan kata laporan seepadan dengan kata melapor. Pada pemakaian sufiks –an seperti contoh kalimat di atas terinterfernsi oleh bahasa Jawa karena dalam tuturan bahasa indonesia terdapat kata yang mendapatkan imbuhan –an bahasa Jawa yang menyatakan verba. Jadi kalimat diatas dapat diganti menjadi:
1.      Mereka adalah penonton yang dibayar
2.      Pak, saya mau melapor.
b.      Penambahan Sufiks –an Pada Kata Dasar yang Bermakna Lokatif
       Contoh penambahan sufiks –an pada kata dasar tempat, sebagai berikut:
·         Kenapa pihak sekolahan tidak mau bertanggungjawab?
·         Sekarang banyak pengemis di jalanan.
       Dalam bahasa Indonesia, kata tempat tidak memerlukan penambahan sufiks –an, karena kata tersebut sudah menunjukan tempat. Penambahan sufiks –an pada kata tempat seperti contoh di atas adalah pengaruh dari interferensi bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia. Jadi, sufiks –an pada contoh di atas sebaiknya dihilangksan saja, karena sufiks –an pada kata jalanan dan sekolahan tidak berfungsi jika dipindahkan dalam kalimat bahasa Indonesia. Bentuk tuturan yang benar adalah sebagai berikut:
·         Kenapa pihak sekolah tidak mau bertanggungjawab?
·         Sekarang banyak pengemis di jalan.
1.1.4.   Pertukaran Prefiks ke- Bahasa Jawa Pengganti ter- Bahasa Indonesia
       Berikut ini, merupakan contoh interferensi morfologi berupa penggantian prefiks ke- bahasa Jawa sebagai pengganti ter- bahasa Indonesia.
·         Pelaku penculikan anak yang ketangkap kok cuma 2 orang? Padahal menurut laporan dari korban ada 9 pelaku.
·         Kalau jalan hati-hati, lantai licin. Kalau gak hati-hati nanti bisa kepleset.
Prefiks ke- pada contoh diatas berasal dari bahasa Jawa. Dalam kaidah bahasa Indonesia, prefikd ke- ini seharusnya diganti dengan prefiks ter-. Dalam bahasa Indonesia, prefiks ter- memiliki fungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif dan memiliki beberapa makna, di antaranya:
·         Menyatakan makna “ketidak sengajaan”. Misalnya: Terinjak, tertidur.
·         Menyatakan makna “ketiba-tibaan”. Misalnya: terjatuh, tertidur.
·         Menyatakan makna “kemungkinan”. Misalnya: tidak terlihat, tidak terdengar.
·         Menyatakan makna “paling”. Misalnya: terpanjang, terpendek, terkecil, terbesar.
·         Menyatakan makna “aspek perspektif”. Misalnya: terbagi, terhukum.
(Ramlan, 1987: 121-123)
Bentuk kata ketangkap dan kepleset dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang  mendapat interferensi bahasa Jawa, berupa prefiks ke- yang diletakan pada kata tangkap yang menjadi ketangkap, dan pleset yang menjadi kepleset. Dalam bahasa Indonesia seharusnya menjadi tertangkap dan terpleset. Tertangkap yang berarti sudah ditangkap, dan terpleset yang mempunyai makna ketidaksengajaan. Bentuk tuturan yang benar sesuai kaidah bahasa Indonesia adalah:
·         Pelaku penculikan anak yang tertangkap kenapa cuma 2 orang? Padahal menurut laporan dari korban ada 9 pelaku.
·         Kalau jalan hati-hati, lantai licin. Kalau tidak hati-hati nanti bisa terpleset.
1.1.5.   Prtukaran Sufiks
a.      Sufiks –e Bahasa Jawa Menggantikan Sufiks –nya Bahasa Indonesia
       Bentuk akhiran –nya dalam bahasa Indonesia mempunyai makna sebagai kata ganti orang ketiga tunggal (baik sebagai pelaku atau pemilik), dan berstatus sebagai akhiran atau sufiks (Agustien, 1999:44).
·         Sufiks –nya sebagai kata ganti orang ketiga tunggal, misalnya: bukunya, mobilnya.
·         Sufiks –nya sebagai pembeda suatu kata, baik kata kerja maupun kata sifat. Misalnya: buruknya.
·         Sufiks –nya menjelaskan kata yang berada di depannya. Misalnya: hantunya.
·         Sufiks –nya menjelaskan situasi. Misalnya: kencangnya, susahnya.
·         Beberapa kata lain yang berakhiran sufiks –nya. Nmisalnya: sesungguhnya, sebenarnya.
       Tapi ditemukan adanya bentuk akhiran –e bahasa Jawa yang menggantikan –nya bahasa Indonesia. Sufiks –e dalam bahasa Jawa dapat bervariasi dengan sufiks –ne. Berikut beberapa contoh sufiks –e bahasa Jawa yang memiliki persamaan makna  dengan sufiks –nya bahasa Indonesia.
·         Carane gimana supaya bisa kurus?
·         Bagaimana nasibe penduduk Riau yang terkena dampak asap dari pembakaran hutan?
Kata carane dan nasibe merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat pengaruh dari bahasa Jawa berupa penambahan sufiks –e. Penambahan sufiks –e pada kata carane adalah sebagai kata ganti orang ketiga tunggal (dia), yaitu cara + dia. Sedangkan sufiks –e pada kata nasibe digunakan penutur untuk menjelaskan kata yang ada di depannya. Kata yang bercetak miring diatas sebenarnya dapat diganti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, yaitu caranya dan  nasibnya. Bentuk tuturan yang benar adalah:
·         Carannya bagaimana supaya bisa kurus?
·         Bagaimana nasibnya penduduk Riau yang terkena dampak asap dari pembakaran hutan?
1.1.6.   Pertukaran Konfiks
a.       Afiks ke-an Pengganti Kata “terlalu”
Dilihat dari pemakaian afiks gabungan ke-an dapat bervariasi dengan afiks ka-an dlam bahasa Jawa. Afiks ini mempunyai makna “terlalu” dalam bahasa Indonesia. Berikut ini adalah contoh tuturannya:
1.      Tugas di semester ini kebanyakan. Saya jadi kerepotan mengerjakannya.
2.      Itu barisan depannya kemajuan, jadi terlihat tidak rapi.
       Kata yang bercetak miring pada contoh diatas adalah contoh kata dasar bahasa Indonesia yang mendapatkan afiks ke-an bahasa Jawa. Menurut kaidah bahasa Indonesia, tidak ada kata seperti itu. Maka kata-kata tersebut dapat diganti kebanyakan menjadi terlalu banyak, kerepotan menjadi terlalu repot, dan kemajuan menjadi terlalu maju.
       Dalalm bahasa Indonesia, afiks ke-an berfungsi untuk membentuk kata benda, misalnya kebenaran, ketahuan, dsb. Seadangkan afiks ke-an dalam bahasa jawa berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif dan dipakai sebagai pengganti kata yang sepadan dalam bahasa Indonesia, yaitu “terlalu”. Berikut adalah analisis bentuk kata dasar bahasa Indonesia yang terinterferensi bahasa Jawa:
1.      Kebanyakan = ke + repot + an
Artinya = terlalu banyak
2.      Kerepotan = ke + repot + an
Artinya = terlalu repot
3.      Kemajuan = ke + maju + an
Artinya = terlalu maju
Maka tuturan di atas dapat diganti menjadi:
1.      Tugas di semester ini terlalu banyak. Saya jadi terlalu repot mengerjakannya.
2.      Itu barisan depannya terlalu maju, jadi terlihat tidak rapi.
1.1.7.   Pelepasan Afiks yang Utuh
       Pelepasan afiks biasa terjadi pada bahasa indonesia. Ini disebabkan kebiasaan penutur untuk mempersingkat pengucapan sebuah kata. Pada pembahasan ini penghapusan atau pelepasan afiks yang utuh dapat dilihat pada penggunaan struktur dan kosakata bahasa indonesia, khususnya pada bentuk kata yang lebih singkat. Berikut merupakan contoh tuturan bahasa Indonesia yang terinterferensi bahasa Jawa berupa pelepasan afiks yang utuh:
1.      Bapak Pimpinan sidang, Saya punya pertanyaan mengenai undang-undang MD3. Kenapa kita harus mengembalikan bangsa yang sudah menganut sistem pemilihan kepala daerah oleh rakyat ke sistem pemilihan kepala daerah oleh parlemen?
2.      Saya dapat ide. Lebih baik kita naik pesawat yang tarifnya lebih murah. Itu bisa menghemat pengeluaran kita. Lagi pula kita tidak terlalu membutuhkan fasilitas yang mewah.
       Kata yang bercetak miring adalah kata dasar bahasa Indonesia yang telah mengalami interferensi berupa penghapusan afiks. Kata punya, seharusnya mendapat imbuhan men-i menjadi mempunyai. Dan kata dapat seharusnya mendapat ibuhan men-kan, menjadi mendapatkan. Kedua kata tersebut telah mendapat interferensi dari struktur bahasa Jawa. Dapat dilihat pada kata bahasa jawa yang memang tidak mendapatkan afiks, yaitu  aku duwe kanca.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
       Interferensi bahasa indonesia dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti kebiasaan penutur menggunakan bahasa daerahnya, terbiasa menggunkan bahasa ibu, terbiasa mempersingkat kata dalam kalimat dengan menghapus afiks, dsb. Maka dalam mengatasinya, pengguna bahasa Indonesia harus mempelajari kaidah-kaidah bahasa Indonesia dan membiasakan diri untuk membedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya.














Daftar Pustaka



Semoga bermanfaat ^-^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar