PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENCIPTAKAN KEHIDUPAN
MASYARAKAT YANG HARMONIS
Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu
membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Manusia dikatakan makhluk sosial
karena pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan
orang lain. Dalam kehidupan sosial tidak akan lepas dari masyarakat atau orang
sekitar. Menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat adalah salah satu tujuan
seseorang dalam kehidupan sosial. Tapi permasalahannya, selain sebagai makhluk sosial, manusia juga
disebut sebagai makhluk individu. Manusia dibekali
dengan akal, pikiran, dan emosi. Setiap
manusia memiliki keunikan dan ciri khas tertentu. Tidak ada manusia yang sama
persis di dunia, bahkan manusia yang terlahir kembar pun memiliki sifat yang berbeda.
Dalam menyikapi perbedaan, sering kali
dalam suatu kelompok atau masyarakat menyikapinya dengan berlebihan. Tidak
semua orang dalam kelompok tersebut bisa menerima perbedaan.
Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Sering
kali perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi dan konflik sehingga mengakibatkan
hancurnya persaudaraan di masyarakat tersebut. Konflik tidak hanya
terjadi antar individu, tapi juga sering terjadi antar kelompok. Masih sering
terdengar berita tentang kekerasan antar kelompok, etnis, agama, dan lain-lain.
Konflik adalah salah satu masalah dalam
membentuk kehidupan harmonis. Konflik adalah suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih yang salah satu pihaknya berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan cara menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik bisa
terjadi baik di lingkungan masyarakat atau bahkan di lingkungan keluarga.
Karena sebenarnya konflik juga ada dalam lingkup keluarga. Sering kita dapati
kejadian kekerasan dalam keluarga, seperti kasus kekerasan suami kepada istri,
perselingkuhan, atau kekerasan pada anak. Kejadian-kejadian seperti ini
dikarenakan kurangnya rasa percaya satu sama lain dan tidak ada rasa toleransi
terhadap satu sama lain. Di lingkup yang lebih luas, konflik sering terjadi
antar kelompok. Penyebabnya bisa karena perbedaan kepentingan, perbedaan
budaya, dendam masa kau, dan lain-lain. Konflik antar kelompok yang sering
menjadi masalah besar dalam membentuk kehidupan harmonis di lingkungan
masyarakat. Dalam konflik ini biasanya muncul dua kubu atau lebih yang saling
bertikai dan memisahkan diri. Dampak terjadinya konflik dalam masyarakat yang
sering kita temukan adalah hancurnya persaudaraan dalam masyarakat tersebut,
terkadang dalam konflik mengakibatkan korban jiwa, dan menimbulkan dampak
psikologis yang negatif seperti rasa tertekan, stres, kehilangan rasa percaya
diri, frustrasi, cemas, dan takut. Masalah lain dalam membentuk kehidupan
harmonis di lingkungan masyarakat adalah diskriminasi. Diskriminasi adalah
perilaku tidak adil terhadap individu atau kelompok tertentu. Diskriminasi
terjadi karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain.
Diskriminasi biasanya terjadi dari kelompok mayoritas terhadap kelompok
minoritas. Karakteristik dasar dari diskriminasi biasanya adalah perbedaan
kondisi fisik (normal atau cacat), suku, ras, golongan, kelamin, agama, aliran
politik, atau perbedaan lainnya.
Untuk membentuk masyarakat yang harmonis
harus dimulai dari diri kita. Kita harus mempunyai karakter sosial dalam diri
kita. Pembentukan karakter sosial bisa didapatkan melalui pendidikan karakter.
Karakter adalah etika yang berkaitan dengan kekuatan moral. Jadi, pendidikan
karakter adalah pendidikan yang fokus pada pembentukan karakter siswa,
mengembangkan potensi dasar siswa agar dapat berpikir baik dan berperilaku
baik, membangun dan memperkuat perilaku bangsa multikultural, meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif.
Pendidikan karakter dapat diajarkan di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, dan melalui media masa. Pendidikan karakter didasarkan pada enam
nilai-nilai etis, yaitu:
a)
Trustworthiness
Jujur,
tidak menipu, melakukan hal yang benar, membangun reputasi diri yang baik,
disiplin, mandiri, dan lain-lain.
b)
Respect
Toleransi,
demokratis, bersahabat dan komunikatif, mempertimbangkan perasaan orang lain,
tidak memukul atau menyakiti orang lain, dan lain-lain.
c)
Responsibility
Do
the best, self controling, disiplin, berpikir sebelum bertindak,
mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan, dan lain-lain.
d)
Fairness
Mengikuti
aturan, berbagi, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain, tidak mengambil
keuntungan dari orang lain, tidak
sembarang menilai orang lain, dan lain-lain.
e)
Caring
Cinta
damai, bersikap penuh kasih sayang,
mengungkapkan rasa syukur, mampu memaafkan kesalahan orang lain, membantu orang
yang membutuhkan, cinta tanah air, peduli lingkungan dan peduli sosial, dan
lain-lain.
f)
Citizenship
Membangun
hubungan baik dengan masyarakat, dapat bekerja sama, melibatkan diri dalam
urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, menaati hukum dan aturan, dan
lain-lain.
Di sekolah, pendidikan karakter dibutuhkan untuk
memaksimalkan kemampuan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai
adalah seorang pengusaha yang kaya raya tetapi tidak dermawan, seorang
politikus tidak peduli pada orang di sekitarnya yang hidup miskin dan
kelaparan, atau seorang guru yang tidak peduli pada anak jalanan yang tidak
mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah beberapa bukti tidak
seimbangnya pendidikan kognitif dan pendidikan karakter. Dengan pendidikan
karakter, kejadian-kejadian seperti ini akan diusahakan untuk diperbaiki.
Ada sebuah kata bijak, “ilmu tanpa agama adalah buta,
agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Kata bijak itu sama saja mengatakan
keterampilan kognitif akan buta dan lumpuh tanpa pendidikan karakter. Ada empat
ciri dasar pendidikan karakter yang
dirumuskan oleh FW Foerster sebagai pencetus pendidikan karakter, yaitu
a)
Pendidikan
karakter fokus pada tindakan yang berpedoman terhadap nilai normatif. Artinya
seseorang harus menghormati norma-norma yang ada dan hidup berpedoman pada
norma-norma tersebut.
b)
Adanya
koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian. Jadi seseorang akan
menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak takut mengambil resik setiap
menghadapi setiap situasi.
c)
Adanya
otonomi. Seseorang akan mempelajari dan mengamalkan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadinya, sehingga orang tersebut bisa mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
d)
Keteguhan
dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan seseorang dalam mewujudkan apa yang
dipandang baik, dan kesetiaan adalah dasar penghormatan atas komitmen yang
dipilih.
Pendidikan karakter sangat penting untuk menciptakan
keharmonisan dalam hidup di masyarakat karena di dalamnya terkandung
pembentukan karakter yang berorientasi pada nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, gotong-royong, rasa
saling menghormati, dan lain-lain. Pendidikan karakter juga memperhatikan
perkembangan emosi dan kemampuan sosial seseorang. Perkembangan emosi dan
kemampuan sosial adalah dua dari berbagai hal yang dibutuhkan seseorang untuk
hidup di lingkungan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan karakter
yang diajarkan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat maka kejadian
seperti konflik dan diskriminasi bisa diminimalkan, sehingga kehidupan harmonis
di lingkungan masyarakat dapat terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar