Rabu, 08 Juni 2016

PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENCIPTAKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG HARMONIS

PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENCIPTAKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG HARMONIS
Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Manusia dikatakan makhluk sosial karena pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Dalam kehidupan sosial tidak akan lepas dari masyarakat atau orang sekitar. Menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat adalah salah satu tujuan seseorang dalam kehidupan sosial. Tapi permasalahannya,  selain sebagai makhluk sosial, manusia juga disebut sebagai makhluk individu. Manusia dibekali dengan akal, pikiran, dan emosi.  Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tertentu. Tidak ada manusia yang sama persis di dunia, bahkan manusia yang terlahir kembar pun memiliki  sifat yang berbeda.
Dalam menyikapi perbedaan, sering kali dalam suatu kelompok atau masyarakat menyikapinya dengan berlebihan. Tidak semua orang dalam kelompok tersebut bisa menerima perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Sering kali perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi dan konflik sehingga mengakibatkan hancurnya persaudaraan di masyarakat tersebut. Konflik tidak hanya terjadi antar individu, tapi juga sering terjadi antar kelompok. Masih sering terdengar berita tentang kekerasan antar kelompok, etnis, agama, dan lain-lain.
Konflik adalah salah satu masalah dalam membentuk kehidupan harmonis. Konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih yang salah satu pihaknya berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik bisa terjadi baik di lingkungan masyarakat atau bahkan di lingkungan keluarga. Karena sebenarnya konflik juga ada dalam lingkup keluarga. Sering kita dapati kejadian kekerasan dalam keluarga, seperti kasus kekerasan suami kepada istri, perselingkuhan, atau kekerasan pada anak. Kejadian-kejadian seperti ini dikarenakan kurangnya rasa percaya satu sama lain dan tidak ada rasa toleransi terhadap satu sama lain. Di lingkup yang lebih luas, konflik sering terjadi antar kelompok. Penyebabnya bisa karena perbedaan kepentingan, perbedaan budaya, dendam masa kau, dan lain-lain. Konflik antar kelompok yang sering menjadi masalah besar dalam membentuk kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat. Dalam konflik ini biasanya muncul dua kubu atau lebih yang saling bertikai dan memisahkan diri. Dampak terjadinya konflik dalam masyarakat yang sering kita temukan adalah hancurnya persaudaraan dalam masyarakat tersebut, terkadang dalam konflik mengakibatkan korban jiwa, dan menimbulkan dampak psikologis yang negatif seperti rasa tertekan, stres, kehilangan rasa percaya diri, frustrasi, cemas, dan takut. Masalah lain dalam membentuk kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat adalah diskriminasi. Diskriminasi adalah perilaku tidak adil terhadap individu atau kelompok tertentu. Diskriminasi terjadi karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain. Diskriminasi biasanya terjadi dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Karakteristik dasar dari diskriminasi biasanya adalah perbedaan kondisi fisik (normal atau cacat), suku, ras, golongan, kelamin, agama, aliran politik, atau perbedaan lainnya.
Untuk membentuk masyarakat yang harmonis harus dimulai dari diri kita. Kita harus mempunyai karakter sosial dalam diri kita. Pembentukan karakter sosial bisa didapatkan melalui pendidikan karakter. Karakter adalah etika yang berkaitan dengan kekuatan moral. Jadi, pendidikan karakter adalah pendidikan yang fokus pada pembentukan karakter siswa, mengembangkan potensi dasar siswa agar dapat berpikir baik dan berperilaku baik, membangun dan memperkuat perilaku bangsa multikultural, meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif. Pendidikan karakter dapat diajarkan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan melalui media masa. Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis, yaitu:
a)        Trustworthiness
Jujur, tidak menipu, melakukan hal yang benar, membangun reputasi diri yang baik, disiplin, mandiri, dan lain-lain.
b)        Respect
Toleransi, demokratis, bersahabat dan komunikatif, mempertimbangkan perasaan orang lain, tidak memukul atau menyakiti orang lain, dan lain-lain.
c)        Responsibility
Do the best, self controling, disiplin, berpikir sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan, dan lain-lain.
d)       Fairness
Mengikuti aturan, berbagi, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain, tidak mengambil keuntungan dari  orang lain, tidak sembarang menilai orang lain, dan lain-lain.
e)        Caring
Cinta damai, bersikap penuh  kasih sayang, mengungkapkan rasa syukur, mampu memaafkan kesalahan orang lain, membantu orang yang membutuhkan, cinta tanah air, peduli lingkungan dan peduli sosial, dan lain-lain.
f)         Citizenship
Membangun hubungan baik dengan masyarakat, dapat bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, menaati hukum dan aturan, dan lain-lain.
Di sekolah, pendidikan karakter dibutuhkan untuk memaksimalkan kemampuan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai adalah seorang pengusaha yang kaya raya tetapi tidak dermawan, seorang politikus tidak peduli pada orang di sekitarnya yang hidup miskin dan kelaparan, atau seorang guru yang tidak peduli pada anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah beberapa bukti tidak seimbangnya pendidikan kognitif dan pendidikan karakter. Dengan pendidikan karakter, kejadian-kejadian seperti ini akan diusahakan untuk diperbaiki.
Ada sebuah kata bijak, “ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Kata bijak itu sama saja mengatakan keterampilan kognitif akan buta dan lumpuh tanpa pendidikan karakter. Ada empat ciri dasar  pendidikan karakter yang dirumuskan oleh FW Foerster sebagai pencetus pendidikan karakter, yaitu
a)        Pendidikan karakter fokus pada tindakan yang berpedoman terhadap nilai normatif. Artinya seseorang harus menghormati norma-norma yang ada dan hidup berpedoman pada norma-norma tersebut.
b)        Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian. Jadi seseorang akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak takut mengambil resik setiap menghadapi setiap situasi.
c)        Adanya otonomi. Seseorang akan mempelajari dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya, sehingga orang tersebut bisa mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
d)       Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan seseorang dalam mewujudkan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan adalah dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter sangat penting untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup di masyarakat karena di dalamnya terkandung pembentukan karakter yang berorientasi pada nilai-nilai  sosial seperti  toleransi, kebersamaan, gotong-royong, rasa saling menghormati, dan lain-lain. Pendidikan karakter juga memperhatikan perkembangan emosi dan kemampuan sosial seseorang. Perkembangan emosi dan kemampuan sosial adalah dua dari berbagai hal yang dibutuhkan seseorang untuk hidup di lingkungan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan karakter yang diajarkan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat maka kejadian seperti konflik dan diskriminasi bisa diminimalkan, sehingga kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat dapat  terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar